Selasa, 09 Oktober 2012

Minoritas


Ya Allah, hamba bersyukur, selalu bersyukur. Dengan segala nikmat duniawi ini, nikmat sehat, nikmat rahmat, nikmat rejeki, nikmat keluarga yang baik dan segala nikmat dari-Mu. Alhamdulillah…
Berusaha untuk menghindari sikap mengeluh, hamba mencoba untuk menjalankan kehidupan ini dengan penuh syukur dan melakukan suatu apapun dengan mengingat nama-Mu. Tiada tempat bagi hamba untuk mengadu selain pada-Mu. Maka ampunilah hamba yang penuh dosa ini ya Allah.

Let’s put it aside first. Seperti yang telah saya katakan, tanpa bermaksud mengeluh, atau mendustakan nikmat-Nya, saya hanya ingin bercerita dan mengungkapkannya dalam sebuah tulisan sederhana.
Kehidupan dunia memang berat, oleh karenanya saya selalu rindu pada Tuhan, pada agama yang saya peluk, hal yang satu-satunya bisa membuat saya tenang dan terarah. Seandainya kematian itu datang, tidak bermaksud apa-apa, saya ikhlas dan siap untuk bertemu dengan peradilan-Nya. Bukan karena saya menghindari kehidupan dunia yang serba berat, dan bukan pula karena keangkuhan percaya diri saya akan masuk surga. Sekali lagi, karena saya rindu pada-Nya. Subhanallah.
Sekarang ini saya sedang diuji, secara batin dan keikhlasan saya dalam menjalankan kehidupan ini. Berbagai macam hal yang terjadi akhir-akhir ini, melemahkan kekuatan saya untuk berdiri dan bertahan. Tidak melibatkan materi, tapi pemikiran dan perasaan. Bukan cinta, teman atau keluarga. Tapi situasi yang sedang saya jalani sekarang, lebih pada personal, batu masalah yang saya temui semakin besar walaupun tidak terasa keberadaannya.
Di satu sisi saya merasa seperti anak kecil cengeng yang tidak tahu terima kasih pada Tuhan YME, namun sisi keegoisan naluri kemanusiaan saya terus bicara dan semakin lemah. Sungguh tidak tahu diri. Astaghfirullah.

Menjadi kelompok baru yang invisibly terasingkan, sungguh benar-benar tidak menyenangkan. Dianggap aneh karena kami tidak menguasai satu atau dua hal. Padahal hanya masalah waktu dan penyesuaian diri, yang bersangkutan tahu persis tapi tetap mencari celah untuk menyudutkan. Tidak ada yang salah dengan karakter manusia, tugas kita untuk dapat bertahan hanyalah mengerti. Tetapi insan pun tetap butuh untuk dimengerti. Ingin rasanya saya berteriak, “Kami ada dan bisa!”.
Tembok besar yang selama ini menahan saya untuk tidak menangisi hal-hal duniawi akhirnya perlahan mulai runtuh, ya, saya menangis. Hanya karena masalah kecil ini, cengeng benar diri ini. Konflik batin ini entah sampai kapan saya harus berperang sampai saya bisa mengalahkannya. Selama saya masih punya orangtua untuk mendukung, teman-teman yang luar biasa baik untuk saling mendengarkan dan menyemangati, saya akan terus bertahan hingga tembok itu terbangun lebih kokoh, lebih kuat dan lebih tegar.

Doa hamba ya Allah, kuatkanlah hamba, bimbing hamba untuk mengenal sekitar lebih baik, didampingi oleh orang-orang beriman yang dapat saling menguatkan, serta dekatkanlah hamba dengan-Mu. Jadikan cinta hamba ini seperti besarnya cinta nabi Muhammad, nabi Ibrahim dan nabi Ismail kepada-Mu. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar